“Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” (Amsal 27:6)
Musim kemarau yang panjang sudah tiba. Tampak seekor burung gereja
begitu kepanasan, sehingga ia memutuskan untuk terbang ke utara mencari
tempat yag dingin. Semakin jauh terbang, semakin burunggereja itu
merasakan hawa dingin dan sejuk. “Ah, aku ingin lebih dingin lagi,” pikirnya.
Maka ia pun meneruskan perjalanannya semakin ke utara lagi. Begitu
seterusnya, hingga tanpa disadarinya butiran-butiran salju mulai
menempel pada wajah dan seluruh tubuhnya. Ia baru menyadari bahwa
tubuhnya sudah terbungkus salju ketika sayapnya mulai terasa berat untuk
digerakkan. Semua sudah terlambat, ia tak mungkin lagi kembali.
Tak lama kemudian burung gereja itu jatuh ke tanah. Tubuhnya terbungkus
salju tebal. Ia merintih menahan dingin, tetapi ia tak berdaya melakukan
sesuatu. Ia tinggal menunggu ajal menjemputnya. Seekor sapi yang
melintas di tempat itu sayup-sayup mendengar rintihan lemah si burung
gereja. Ia mencari arah datangnya suara rintihan itu, tetapi ketika
melihat bahwa yang datang adalah seekor sapi, burung gereja yang sekarat
itu malah marah dan membentak si sapi serta menyuruhnya pergi, “Apa
yang bisa kamu lakukan untukku, sapi bodoh?” katanya. Tanpa
memperdulikan sikap burung gereja, sapi itu kencing tepat di atas tubuh
burung gereja. Tak ayal lagi si burung gereja berang kepada si sapi. Ia
marah dan memaki-maki. Aksi si sapi tidak selesai sampai disitu, ia
mengeluarkan kotorannya di atas tubuh burung gereja. Karena tertimbun
kotoran sapi, burung gereja tidak dapat berbuat apa-apa. Tak lama
kemudian, ia mulai merasakan kehangatan dan butiran-burtiran salju mulai
meleleh. Sampai akhirnya ia menarik napas lega. Ia mengepak-ngepakkan
sayapnya dan bersiul-siul sangat keras. Mendengar siulan burung, seekor
kucing menghampirinya, menjilat dan membersihkan sisa-sisa salju yang
melekat di tubuhnya. Sungguh girang bvurung gereja tesebut mendapatkan
sahabat sebaik di kucing dan ia pun kembali bersiul-siul. Namun tanpa di
duga-duga, dengan sekejap si kucing menyambar burung gereja dan memakan
tubuhnya.
Pelajaran yang dapat kita petik dari kisah ini adalah, bahwa kita
harus memiliki kepekaan di dalam membaca situasi mau pun memilih teman.
Ada kondisi-kondisi tertentu yang bisa menjebak dan membawa kita jatuh
ke dalam dosa, walau pun hal itu tidak terlihat membahayakan. Rasul
Pauluas berkata, “Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1
Korintus 15:33). Sebagai orang-orang percaya kita harus mempunyai
panca-indera yang terlatih untuk membedakan yang baik daripada yang
jahat. (Ibrani 5:14). Begitu pula dalam hal memilih teman. Mintalah
hikmat untuk merngetahui mana orang yang benar-benar tulus dan mana yang
hanya berpura-pura. Dengan demikian kita dapat menghindari kerugian
yang mungkin terjadi. Kiranya Roh Kudus memberikan kepekaan kapada kita
agar kita dapat membedakan nama yang baik dan mana yang jahat, sehingga
hidup kita selalu memuliakan Allah.Amen
BANGKIT SETELAH JATUH MEMANG BAIK, TETAPI LEBIH BAIK MENGHINDARI BATU YANG AKAN MEMBUAT KITA JATUH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar